Langsung ke konten utama

Melawan Stigma Perempuan Lemah




Cinderella dan Putri Salju merupakan dua ikon Princess Disney ini yang menemani masa kecilku hingga tumbuh menjadi remaja perempuan yang kikuk dan mengalami krisis kepercayaan diri akibat penampilan fisik, dua ikon tersebut seolah merampas kebanggaan yang seharusnya aku miliki karena memiliki warna kulit khas kulit Asia dan memiliki karakteristik fisik yang nyata nya jauh dari standar kecantikan perempuan masa itu.


Aku tumbuh sebagai produk imajinasi dunia para putri, kemudian melihat dunia perempuan masa kini, dunia nyata yang akan anak-anak hadapi di masa depan. Dunia yang seharusnya menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki dan dunia yang tidak lagi menjadi panggung dominasi laki-laki.

Harus di akui bahwa dunia yang harus di hadapi anak perempuan pada masa kini semakin menantang, semakin banyak menyediakan peluang sekaligus masalah. Anak-anak perempuan generasi saat ini bukanlah perempuan yang di besarkan dalam bayang-bayang Cinderella, kita layak berkembang setelah menyadari siapa diri kita.


Dongeng Cinderella dan teman-temannya memang terlanjur menempel di otak kita, sejak kecil aku sudah membaca juga menonton berbagai cerita tentang perempuan paling beruntung di seluruh dunia karena di nikahi pangeran. Seolah-olah perempuan hanya menunggu hingga takdirnya di tentukan oleh kehadiran lelaki dalam hidupnya.

Cerita-cerita semacam itu seperti mendoktrin pikiran, aku juga tidak cukup beruntung seperti anak-anak saat ini yang mengidolakan Queen Elsa & Princess Anna yang menjadi kebanggaan rakyat Erendell karena keberaniannya atau berkenalan dengan Moana yang berhasil mengubah standar kecantikan pada diri perempuan. 

Perempuan hanya perlu menyadari siapa dirinya dan menghargai apa yang di milikinya. Proses menuju kesadaran penuh melawan stigma perempuan lemah memang tidak mudah tetapi pada akhirnya kita harus berani mengubah jalan hidup.



Aku bukan Cinderella yang menunggu pangeran datang untuk mencari si pemilik sepatu kaca, aku bertanggung jawab untuk mewujudkan apa yang aku inginkan dengan kapasitas dalam diri ini. Anak perempuan harus menyadari eksistensi nya, mereka boleh berharap memiliki kehidupan yang baik, boleh menginginkan pasangan yang mendukung cita-citanya yang memiliki pemikiran terbuka dan mendukung untuk berkembang.

Anak perempuan tidak perlu khawatir karena tidak terlahir dengan fisik sempurna dan tidak perlu merasa terasing karena tidak di idolakan. Tidak masalah jika kita berasal dari keluarga biasa-biasa saja, itu bukan aib. Kita tidak perlu merasa lemah karena nya dan perempuan tidak perlu merasa tertekan karena di bandingkan-bandingkan dan tidak perlu merasa bersalah hanya karena tidak sempurna. 

Setiap anak perempuan harus mengenal siapa dirinya, apa potensi dirinya, apa potensi yang di milikinya. Dan perlu menghargai setiap hal kecil yang di milikinya. Anak perempuan perlu di dorong  untuk menghargai prestasi sekecil apapun yang di milikinya, apapun tipe kepribadian dirinya, cita-cita keahlian khusus, pendidikan, latar belakang keluarga dan kondisi fisik secara utuh perlu mendapatkan penghargaan dari dirinya sendiri.

Anak perempuan tidak hidup di dunia Cinderella, aku harus tahu apa yang di inginkan untuk kehidupan sendiri dan menikmati setiap proses menuju kesana.

Peran orangtua perlu menunjukkan kepada anak perempuan bagaimana menempatkan posisi setara dengan partner hidupnya. Kita perlu mengetahui bahwa perempuan yang telah berstatus istri adalah seorang pendamping, yang sudah sepatutnya menempatkan diri sebagai teman diskusi dalam rumah tangga bukan sekedar berada di belakang bayang-bayang lelaki.

Setidaknya aku sebagai anak perempuan yang jika menginginkan sepatu kaca seperti milik sang putri, orang tua ku akan berkata "Nak perjalananmu masih panjang, kamu tak mesti memakai sepatu kaca untuk menjadi putri karena dengan sepatu kanvas pun kamu tetap putri di rumah ini."

Komentar

Postingan Populer